Jumat, 05 Oktober 2012

Sejarah Koperasi Indonesia


Pada tahun 1896 seorang Pamong Praja Patih R.Aria Wiria Atmaja di Purwokerto mendirikan sebuah Bank untuk para pegawai negeri (priyayi). Ia terdorong oleh keinginannya untuk menolong para pegawai yang makin menderita karena terjerat oleh lintah darat yang memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi. Maksud Patih tersebut untuk mendirikan koperasi kredit model seperti di Jerman. Cita-cita semangat tersebut selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode, seorang asisten residen Belanda. De Wolffan Wessterrode  sewaktu cuti berhasil mengunjungi Jerman dan menganjurkan akan mengubah Bank Pertolongan Tabungan yang sudah ada menjadi Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian. Selain pegawai negeri juga para petani perlu dibantu karena mereka makin menderita karena tekanan para pengijon. Ia juga menganjurkan mengubah Bank tersebut menjadi koperasi.
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang didirikan oleh Dr. Sutomo memberikan peranan bagi gerakan koperasi untuk memperbaiki kehidupan rakyat. Pada tahun 1915, dibuat peraturan Verordening op de Cooperative Vereeniging, dan Pada tahun 1927 diganti menjadi Regeling inlandschhe cooperative.
Pada tahun 1927, dibentuk Serikat Dagang Islam yang bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusaha-pengusaha pribumi. Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional Indonesia yang memperjuangkan semangat koperasi. Namun, pada tahun 1933 keluar UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun 1942, Jepang menduduki Indonesia dan mendirikan koperasi yang diberi nama Kumiyai. Awalnya koperasi ini berjalan mulus, Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat jepang untuk mencari keuntungan, dan menyengsarakan rakyat Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, pada tanggak 12 Juli 1947, pergerakan koperasi Indonesia mengadakan kongres koperasi yang pertama di Tasikmalaya, sekaligus ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia serta menganjurkan diselenggarakannya pendidikan koperasi di kalangan pengurus, pegawai dan masyarakat.
Setelah terbentuknya Negara Kesatuan Indonesia pada tahun 1950, program pemerintah semakin nyata keinginannya untuk mengembangkan perkoperasian. Kabinet Mohammad Natsir menjelaskan yang berkaitan dengan program perekonomian, “Menggiatkan pembangunan organisasi-organisasi rakyat, istimewa koperasi dengan cara pendidikan, penerangan, pemberian kredit yang lebih banyak dan lebih mudah dengan kemampuan keuangan Negara”. Untuk memperbaiki perekonomian rakyat, Kabinet Wilopo mengajukan suatu program koperasi yang terdiri dari tiga bagian:
1.  Usaha untuk menciptakan suasana dan keadaan sebaik-baiknya bagi perkembangan gerakan koperasi.
2.     Usaha lanjutan dari perkembangan gerakan koperasi.
3.     Usaha yang mengurus perusahaan rakyat yang dapat diselenggarakan atas dasar koperasi.


Selanjutnya Kabinet Ali  Sastroamidjodjo menjelaskan program pemerintah untuk kepentingan pembangunan dalam lapangan perekonomian rakyat perlu diperluas dan dimajukan gerakan koperasi yang harus disesuaikan dengat semangat gotong-royong yang lebih baik di Indonesia dan artinya dalam usaha menggerakan rasa percaya diri sendiri di kalangan masyarakat. Di samping itu pemerintah hendak membantu usaha itu dengan memperbaiki dan memperluas perkreditan, yang  terpenting anatara lain dengan pemberian modal kepada badan-badan perkraditan desa seperti, Lumbung desa dan Bank desa yang sedapat-dapatnya disusun dalam bentuk koperasi.
Pada tahun 1960, pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah No. 140 tentang penyaluran bahan pokok dan penugasan koperasi untuk melaksanakannya. Dengan peraturan ini maka mulai muncul koperasi-koperasi konsumsi. Ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960 menetapkan bahwa sektor perekonomian akan diatur dengan dua sektor yaitu, Sektor Negara dan Sektor koperasi, dimana sektor swsta hanya ditugaskan untuk membantu. Pada saat dikemukakan ide pengaturan ekonomi dengan prinsip Demokrasi dan Ekonomi Terpimpin. Undang-Undang No. 79 tahun 1958 tentang perkembangan Gerakan Koperasi, peraturan ini membawa konsep pengembangan koperasi secara masal dan seragam.
Setelah bangsa Indonesia merdeka, pemerintah dan seluruh rakyat segera menata kembali kehidupan ekonomi. Sesua dengan landasan UUD 1945 pasal 33, “Perekonomian Indonesia harus didasarkan pada asas kekeluargaan”.
Dengan demikian, kehadiran dan peranan koperasi didalam perekonomian Indonesia telah mempunyai dasar konstitusi yang kuat. Di masa kemerdekaan koperasi bukan lagi sebagai reaksi atas penderitaan rakyat atas penjajahan, koperasi menjadi usaha bersama untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup yang didasarkan pada asas kekeluargaan. Hal ini sangat sesuai dengan cirri khas bangsa Indonesia, yaitu goyong-royong.


Sumber :
1.       Purwakartakab.bps.go.id
2.       http://id.wikipedia.org/wiki/Koperasi